Please Bantu Saya, Like This !!!

×

Powered By Blogger Widget and Get This Widget

Thursday, 29 August 2013

Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis)

Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama  dalam Kehidupan Berbasis Akademis)  
Oleh: Yaya S. Kusumah  
Pendahuluan Pergeseran tata nilai dalam kehidupan sehari-hari kita saksikan dari waktu ke waktu. Perubahan-demi perubahan sudah menjadi hal biasa dan menjadi bagian dari aspek kehidupan yang harus kita jalani. Pergeseran dan perubahan ini terjadi pula dalam tatakrama dan tatatertib yang amat berkaitan dengan etika moral. Tak jarang ekses negatif perubahan ini merisaukan masyarakat, yang ditandai dengan semakin maraknya fenomena penyimpangan dan kelainan dalam berbagai norma kehidupan dan sosial kemasyarakatan.  Perubahan yang dirasa sangat tampak adalah kurangnya hormat pada sesama, kurangnya kedisiplinan terhadap aturan dan waktu, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan sekitar dan mudah goyahnya sendi-sendi kehidupan saat kultur baru masuk memaksa kita mengubah sikap dan pola hidup. Selain itu, mudahnya berbaur antara fakta dan opini, turut pula menyulitkan kesimpulan apa yang harus ditetapkan, manakala sebuah keputusan atas pilihan yang dilematis harus ditetapkan. Kita memang sedang berubah menuju arah yang sulit. Andai saja kita tak mampu mengarahkan kemudi ini menuju tataran dan tatanan yang diharapkan, agaknya identitas diri kita akan semakin terkikis; kita menjadi orang lain, dan dunia kita sesungguhnya adalah dunia orang lain. Jika itu yang terjadi, dengan sendirinya krisis kebudayaan, krisis kepercayaan, dan krisis kemanusiaan akan semakin menampakkan wujudnya.  Menyimak GBHN tahun 1999 yang lebih menyuarakan tentang pentingnya pendidikan budi pekerti, jelas bahwa budaya bangsa dan budi pekerti yang luhur merupakan salah satu amanat yang perlu dilestarikan dan dikembangkan dalam tataran kehidupan sekolah. Dengan demikian, permasalahan yang berkaitan dengan budi pekerti ini merupakan kewajiban kita semua untuk mencari penyelesaiannya. Pendidikan budi pekerti secara konsepsional terbagi dalam dua aspek, yaitu aspek persepsi (perceived behaviour) dan aspek perwujudan (manifested behaviour) (Depdiknas, 2002). Pendidikan budi pekerti yang dipersepsi diintegrasikan ke dalam mata pelajaran, misalnya Pendidikan Agama, PPKN, Bahasa Indonesia, dan sebagainya. Tujuan utama ini semua adalah tercapainya ultimate goal yaitu bagaimana pendidikan budi pekerti diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan lainnya, sebagai way of life yang tercermin dalam perkataan dan perbuatan (manifested behaviour). Sekolah dan seluruh civitas akademika merupakan suatu kelompok masyarakat kecil yang diharapkan mampu menciptakan wujud pendidikan pekerti secara nyata dalam tata kehidupan sekolah, sehingga budi pekerti tidak saja sekedar dibicarakan sebagai wacana yang dijadikan ajang seminar dan diskusi, melainkan juga diimplementasikan secara nyata (in action). Di antara target yang perlu dicapai dalam upaya mengkaji pendidikan budi pekerti di tingkat sekolah, adalah bahwa semua pihak yang menjadi stakeholder sama-sama memahami bagaimana budi pekerti dan tatakrama seharusnya menjadi bagian dari kehidupan, bagian dari kebiasaan dan keteladanan, yang dapat dijadikan sebagai cerminan dan suri teladan masyarakat sekitar. Implementasi atau pemberlakuan tatakrama dan tatatertib yang telah dirumuskan merupakan panduan yang akan mengembangkan perilaku positif siswa dalam berbicara, berfikir, dan berbuat. Dalam hal ini sekolah, yang dipandang sebagai institusi dengan kewenangannya, dipandang dapat mengimplementasikan serta mengendalikan tatakrama dan budi pekerti siswa.
Perumusan tatakrama dan tata tertib kehidupan sosial sekolah Perumusan tatakrama dan tata tertib kehidupan sosial sekolah harus disandarkan pada tata nilai dasar yang meliputi ketaqwaan, sopan santun pergaulan, kedisiplinan/ketertiban, kebersihan/kesehatan/kerapian, keamanan, kejujuran, tanggung jawab, kebersamaan, keadilan, dan respek (Depdiknas, 2002). Dari tata nilai dasar ini dikembangkan rambu-rambu yang disesuaikan dengan kultur dan lingkungan sekolah, dengan implementasi yang dikontrol secara cermat.  Masing-masing aspek tersebut hendaknya memuat beberapa kegiatan yang harus diperhatikan oleh siswa, dan staf sekolah. Aturan yang ditegakkan semata-mata dimaksudkan untuk menciptakan kultur sekolah yang kondusif bagi perkembangan jiwa siswa secara utuh. Sekolah sebagai lembaga pendidikan hendaknya mampu membentuk kepribadian yang luhur melalui penanaman kebiasaan cara hidup dan berperilaku, serta menegakkan tata nilai yang diakui secara universal. Tatakrama muncul dan berkembang dalam diri siswa jika dikondisikan secara terpadu. Bukan saja aturan yang ditegakkan, aadanya pemahaman dan komitmen yang mengakar, ataupun perhatian guru, kepala sekolah, staf administrasi dan orang tua terhadap budi pekerti dan tatakrama juga sekaligus memberikan contoh dan teladan bagi para siswa.  Minimnya contoh dan teladan diakui sebagai kendala yang amat memprihatinkan. Kurangnya contoh dalam berperilaku, bertindak, dan bersikap. Contoh yang dapat diteladani saat
berlalu lintas, saat bekerja, saat belajar, dan saat berlomba, justru menunjukkan bahwa kita krisis teladan yang bisa dijadikan sebagai acuan atau referensi.  Minimnya contoh ini tentu bukan saja akibat kurangnya kesadaran, tapi bisa juga akibat tidak tersedianya sarana dan prasarana yang ikut mendukung. Sulitnya membuang sampah pada tempatnya, banyak yang diakibatkan tidak tersedianya bak sampah. Banyaknya yang buang kotoran pada sembarang tempat, akibat tidak memadainya sarana yang diperlukan, atau kurangnya perawatan fasilitas. Demikian pula teguran dan kecaman pada sesama yang berbuat kekeliruan berakibat bebasnya dan terbiasanya kita melakukan sesuatu kekeliruan yang sesungguhnya tidak perlu. Bagaimana kita memperlakukan jalan, misalnya, adalah contoh yang mudah ditemui sehari-hari. Dari hari ke hari kita saksikan orang memperlakukan jalan sebagai tempat buang sampah, bahkan pengemudi dan penumpang mobil mewah sekalipun, tak luput dari perilaku serupa.  Tidak selamanya perilaku itu disertai sanksi yang sewaktu-waktu diberlakukan. Sampai kapankah kita mampu mengikuti tata tertib dan tatakrama yang memang sangat indah hasilnya jika kita ikuti? Bukankah pengawas itu tidak selalu ada di setiap tempat? Sampai kapankah kita mengikuti rambu-rambu lalu lintas tanpa harus diawasi polisi yang setiap saat memperhatikan perilaku kita dalam berkendara? Kesadaran, barangkali satu-satunya yang dapat menunutun kita dalam mematuhi aturan dan peraturan yang telah kita akui kebenarannya.
Menanamkan kepribadian dan tatakrama melalui materi pelajaran  Nilai-nilai budi pekerti dan tatakrama dapat dibentuk melalui nilai-nilai yang ditanamkan dalam kegiatan pembelajaran, baik melalui uraian konsep dan prinsip dalam materi yang dikandung, maupun dalam metode atau pendekatan pembelajaran yang digunakan. Konsep berfikir logis yang dibiasakan dalam pola pikir ilmiah, misalnya, mengajari bahwa penarikan kesimpulan harus disandarkan pada fakta-fakta yang sudah teruji kebenarannya dengan menggunakan aturan atau metode yang juga sudah diakui kebenarannya. Dengan kebiasaan berfikir seperti ini, akan tertanam bahwa saat kita menyatakan sesuatu, argumen yang dilontarkan akan terasa tidak memiliki dasar jika tidak dilandasi fakta yang tepat dan akurat. Kesimpulan yang diambil bisa sekedar isu atau gosip yang tidak berdasar. Melalui pola fikir logis kita akan terbiasa dalam membedakan antara fakta dan opini, sehingga dalam menyimpulkan sesuatu hasilnya bersifat rasional, jujur, bertanggung jawab, dan adil.  Alasan atau dasar-dasar yang dijadikan sandaran harus senantiasa dimunculkan untuk membiasakan diri kita dalam mengambil tindakan secara bertanggung jawab. Dengan demikian jika terdapat suatu pilihan, maka jatuhnya pilihan itu benar-benar setelah melalui pertimbangan yang matang dan berdasarkan fakta yang teruji.
Keteraturan, keruntunan, pola dan sistem baku yang diikuti juga membuat kita senantiasa konsisten atas apa dilakukan. Kebiasaan yang tertanam lewat latihan-latihan seperti ini akan membuat diri kita hidup teratur, tertib, atau setidak-tidaknya mengetahui bagaimana sesuatu itu semestinya tertib dan teratur. Demikian pula kesadaran terhadap suatu proses, bahwa segala sesuatu itu berproses, dan tidak jadi seketika, tanpa tahapan-tahapan yang membentuknya. Kesadaran yang tertanam secara mendalam terhadap keyakinan ini akan membuat kita sabar dalam mengikuti proses, tidak mencari jalan pintas, dan bisa antri dengan tertib di saat menanti datangnya giliran. Bukankah hidup ini pada hakekatnya adalah menanti giliran? Banyak sekali memang keruntunan dalam sistem ini yang rusak sebagai akibat hadirnya segelintir orang yang hanya mementingkan diri dan kelompoknya dengan mengorbankan hajat dan kepentingan orang banyak yang lebih luas. Mereka menciptakan jalan-jalan pintas yang membuat orang tidak terbiasa antri. Mereka memberikan keistimewaan dalam pelayanan dan bantuan untuk memperoleh kemewahan dan kemudahan dirinya. Hal-hal seperti inilah sebenarnya yang membuat upaya-upaya di atas menjadi set back atau jalan di tempat. Keteraturan atau keruntunan banyak dicontohkan dalam berbagai pelajaran. Dengan memahami keteraturan dalam suatu materi atau konsep, kita akan menjadi terbiasa dan jeli dalam memilah dan memilih benda-benda. Kebiasaan ini amat baik untuk membentuk pribadi yang cermat dalam bertindak dan peka terhadap hal-hal yang penting. Beberapa mata pelajaran memunculkan keteladanan yang baik. Pelajaran sejarah memberikan khasanah yang sangat luas, akan pentingnya contoh dan keteladanan. Karakteristik yang muncul dalam pelaku sejarah merupakan cermin yang baik dalam pembentukan kepribadian. Dengan banyak mempelajari cara bertindak dan berfikir para pahlawan, misalnya, akan muncul rasa hormat terhadap orang yang berjasa dalam hidup dan kehidupan, dan sekaligus mampu mencari aspek-aspek positif yang pantas untuk ditiru. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya? Pelajaran kewarganegaraan dan antropologi memberi pengetahuan dan latihan yang membimbing kita dalam memahami hak dan kewajiban, belajar memahami hukum, dan kebenaran dalam hidup berdasarkan aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Tatakrama dan budi pekerti disadari sebagai sesuatu yang bervariasi antara satu bangsa dan bangsa lainnya. Kultur atau kebudayaan yang terbentuk demikian pula halnya. Perbedaan kultur ini bermuara pada perbedaan dalam bersikap dan bertindak. Dengan demikian tatakrama yang berlaku di suatu negara bisa jadi amat berlainan dengan tatakrama yang berlaku di negara lainnya. Perbedaan ini sering membuat kita sulit memahami perilaku dan pola fikir bangsa lain.  
Menanamkan kepribadian dan tatakrama melalui proses belajar-mengajar   Model-model pembelajaran (belajar-mengajar) mengandung berbagai karakteristik yang bila ditelusuri tampak memuat berbagai aspek pendidikan budi pekerti. Berbagai model pembelajaran memiliki beberapa metode dan pendekatan yang bervariasi. Jenis-jenis metode dan pendekatan ini melatih pola fikir, yang membiasakan diri kita atau siswa ikut terbawa situasi yang terbentuk.  Pendekatan open-ended misalnya, membiasakan cara memandang yang khas, yang tidak melihat bahwa kebenaran itu selalu tunggal, selalu unik. Terdapat banyak jawaban yang benar dan berlaku meskipun mungkin amat bervariasi. Demikian pula dalam hal metode penyelesaian yang bervariasi mengindikasikan bahwa banyak jalan menuju Roma, banyak cara untuk sampai pada tujuan tertentu. Pengembangannya juga bisa muncul dalam banyak jenis yang beragam. Semua perbedaan ini sesungguhnya melatih kita untuk terbiasa dengan ragamnya tabiat, kebiasaan, perilaku yang berlainan di antara kita. Melalui penanaman pendidikan seperti ini akan muncul adanya keyakinan dan kesadaran bahwa kita diciptakan berbeda dan semestinya perbedaan itu untuk kemaslahatan kita semua, bukan untuk menjadi bibit-bibit perpecahan. Kita yakin bahwa ternyata untuk sampai di sebuah tempat, bukan pendapat kita saja yang tepat. Pendapat orang lain pun bisa benar adanya. Melalui pembiasaan berfikir seperti ini, karakter egois, mau menang sendiri ataupun merasa paling wah, akan terkikis sedikit demi sedikit.
Referensi Depdiknas, 2002, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Pedoman Tatakrama dan Tatatertib, Jakarta.

contoh undangan pernikahan terbaru 2014


Undangan
Minggu, 25 Agustus 2013
 


                           Sahar   
                              &
                      
Lasmi                      

                            


                   


           
      Kepada
          Yth. : Bpk/Ibu/Sdr/i : ______________________
  
                di  –
                              tempat





Seindah-indah perhiasan, adalah wanita sholihah dan
semulia-mulianya laki-laki adalah yang memuliakan wanita.

Ya Allah, ijinkanlah putra-putri kami untuk
mengikuti sunnah Rasul-Mu

Akan Menikah :


 Sahrudin
Putra : Bpk.  Samak  & Ibu Jamilah
Montong Gamang - Kopang
                               
   Dengan

Lasmi Kurniasih, S.Pd
Putri : Bpk. Drs. Muh. Sidik  & Marianah, A.Ma.Pd
Tengari, Praya

Untuk melaksanakan sunnah Rasul-Mu dalam
membentuk keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah,

Akad Nikah Insya Allah
Akan diselenggarakan pada :
Hari/Tgl. : Ahad, 25 Agustus 2013
Jam : 09.00 wita
Tempat : Montong Gamang - Kopang






Montong Gamang,   Agustus 2013

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan memohon Rahmat dan Ridho Allah SWT, kami mengundang Bapak/Ibu/Sdr/i  untuk menghadiri Acara  Resepsi Pernikahan putra-putri kami, yang Insya Allah akan dilaksanakan pada :

Hari / Tanggal : Ahad, 25 Agustus 2013
Waktu : Pukul, 11.00 s/d selesai
Tempat :  Montong Gamang - Kopang
Lombok Tengah

Merupakan suatu kehormatan dan kebahagiaan bagi kami sekeluarga, apabila Bapak/Ibu/Sdr/i berkenan hadir untuk memberikan do’a restu kepada kedua mempelai.

Atas kehadiran Bapak/Ibu/Sdr/i kami haturkan terima kasih

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

An. Keluarga

ttd

H. Lalu Juanda